Wednesday, May 9, 2007

2. Menginjak Masa Remaja

Menjelang akhir tahun pelajaran Bapakbicara dengan saya,Beliau menganjurkan kepada saya untuk tidak melanjutkan sekolah di MULO ,tetapi pindah ke STM supaya saya lekas dapat bekerja sesudah tamat belajar selama 5 tahun. Kalau meneruskan di MULO,SMA dan seterusnya perlu lebih lama lagi sebelum bisa mencari uang. Beliau menganjurkan itu karena beliau sudah mendekati masa pensiun. Sebagai anak waktu itu saya cuma setuju saja.Maka pada permulaan tahun pelajaran masuklah saya menjadi murid TECHNISCHE SCHOOL SEMARANG ( TSS ) di Semarang. Di Indonesia hanya ada 4 sekolah semacam itu. Tiga yang lainnya adalah Koningin Wilhelmina School (KWS) di Jakarta, Prinses Juliana School ( PJS ) di Jogja dan Koningin Emma School (KES) di Surabaya Lamanya sekolah 5 tahun sesudah SD.

Di Semarang saya nderek Bapak dan Ibu Salijowidjojo. Ibu Salijo itu adik pancer Ibu saya.Putranya ada 5 yang umur-umurannya pas seperti adik saya Dik Latifah ,dik Noegroho, dik Tegoeh Asmar, dik Siti Marjam dan dik Dini.Panggilan sehari-harinya mereka Pah,Noe,Goeh, Genoek dan Toempoek.

Pada tahun itu Pak Moeh juga lulus MULO dan meneruskan ke Algemeene Middelbare School atau AMS. Juga nderek Bapak dan Ibu Salijo di Semarang .Disamping itu masih ada dua orang lagi yang nderek yang sudah bekerja , yaitu oom Dibjo yang bekerja di perusahaan rokok BAT dan oom Basoeki, entah dimana beliau kerjanya.Disamping itu masih ada 2 juru rawat yang “kost” juga disana yaitu yu nDari dan temannya.

Pada tahun 1942 Perang Dunia ke-2 yang sejak akhir 1938 melanda dunia sampai juga ke Indonesia. Pada bulan Maret 1942 bala tentara Dai Nippon (Jepang ) masuk di Semarang .Maka tentara Belanda dan Australia kocar-kacir karena tak tahan serbuan tentara Jepang yang datang tidak pakai tank dan truk, tetapi berjalan kaki menyusup-nyusup melalui jalan desa atau berkendaraan sepeda. Tentara Belanda mengalir ke Cilacap untuk menyeberang ke Australia. Persediaan pangan Belanda yang ditimbun dipasar-pasar dijaadikan bancakan oleh rakyat. Akupun ikut-ikut “menyerbu” dan dapat membawa pulang 1 kwintal beras walaupun sendirian dan hanya mengangkutnya dengan sepeda.

Oleh Pemerintah Jepang sesudah beberapa minggu sekolah sempat dibuka sebentar.Ya memang tak bisa jalan lama karena gurunya semua Belanda, hanya guru praktek kerja kayu yang orang Indonesia, bapak Soetardi.Jadi kami hanya disuruh bikin bedil-bedilan kayu tiap harinya untuk latihan baris-berbaris gerakan-gerakan pemuda yang didirikan pemerintahan Jepang, seperti Keibodan,.Seinendan dlsb. Disamping itu ada dua mata pelajaran baru, yaitu m.a. Budi Pekerti dan m.a. Semangat. Isinya ya tata tertib aturan bala tentara dan pemerintahan Jepang dan pengobaran semangat nasionalisme supaya kita pemuda-pemudi Indonesia berani melawan Belanda mempunyai semangat sebagai warga Asia Timur Raya dibawah pimpinan Dai Nippon, sebagai saudara tua. Disamping itu para gerakan pemuda-pemudi diajari baris-berbaris dan perang-perangan sebagai kerja-nyata. Maka itu kita tiga tahun kemudian berani berontak dan menyatakan kemerdekaan Indonesia. Yang dilawan ya Belanda , Inggeris dan Jepang sendiri. Alhamdulillaah.

Sesudah agak tenteram dan aman untuk mengadakan perjalanan,pada pertengahan tahun 1942 saya pulang ke Magelang dengan numpak sepeda Jarak Semarang-Magelang kira-2 75 km. Karena ekonomi mulai susah dan saya merasa sudah dewasa, maklum saya sudah berumur lebih dari 17 tahun, saya mencoba mencari uang saku sendiri dengan berdagang. Ya dagang apa saja yang kiranya dapat memberi keuntungan barang sekedar Ke mana-mana naik sepeda atau kereta api Misalnya beli minyak kelapa satu blek yang isinya 20 liter di Purworejo dibawa ke Parakan dan Wonosobo dan dari Wonosobo membawa dendeng dan bawang merah. Atau kulakan tenun Demak dijual dipasar Magelang.

Bulan Januari 1943 untuk pertama kali ada penerimaan murid sekolah teknik di Jogja. Dengan persetujuan Bapak saya ikut mendaftar dan diterima dikelas 4. Waktu pelajaran dimulai dikelas 4 jurusan bangunan ada 11 orang murid. Isinya campuran, ada yang dari KWS, dari PJS, dari TSS, atau dari KES. Demikian pula yang jurusan mesin Tempat belajarnya di bekas gedung PJS, jalan Jetis Jogja. Kompleks sekolahnya seperempatnya dipakai SMP dan tigaperempatnya dipakai oleh STM. Lapangan olah raganya yang besar dipakai bergantian .Kelas kami , kelas IV bangunan letaknya berbatasan dengan tempat istirahat anak- anak SMP.Jadi kalau waktu istirahat belajar kami anak-anak STM pada duduk berderet di doorloop yang berbatasan dengan SMP itu untuk nebeng nonton cewek-cewek SMP. Maklumlah di STM tidak ada murid-ceweknya.

Sebetulnya waktu itu sang calon isteri juga sekolah di SMP itu, tapi kita belum saling kenal. Yang kami kenal yang menonjol saja; misalnya Sapi (Saparinah ) yang paling cantik , atau Roem yang lempar cakramnya bagus dan jauh. Belakangan ternyata yang mendapat Sapi adalah Pak Mohammad Sadeli, seorang jebolan mahasiswa THS Bandung, yang waktu itu menjadi guru kami Ilmu Tenaga atau Mekanika.

Di Jogja saya selama satu tahun nderek Bu Atmo, seorang misan atau mindoan Bapak yang pensiunan bidan dan sudah janda yang rumahnya di Jl. Gowongan Tengah, jadi tidak terlalu jauh dari sekolah. Bu Atmo putranya 5, dik Dang, dik Noek, dik Poer, dik Yek dan dik Wondo. Yang terakhir umurnya sebaya dengan saya.

No comments: