Wednesday, May 9, 2007

6. Menginjak Dewasa


Sementara itu ayah dan ibu Oemi beserta putera-puterinya sudah dirazia oleh Belanda dan disuruh kembali dari pengungsiannya di Wonokerso, lebih-kurang 3 km. dari Magelang. Kemudian diangkut ke Jogja. Disana Oemi mendaftarkan kembali di Gajah Mada, di Fakultas Kedokteran. Sambil kuliah kalau sore dia bekerja di Apotik Malioboro. Dengan surat –menyurat komunikasi kami jalin kembali dan waktu berduaan hanya bisa kalau sedang liburan. Waktu terus berjalan dan alhamdulillaah sayapun dapat mencari nafkah sambil kuliah. Menjadi guru honorer di SMA atau SGA, menjual diktat, dan kadang-kadang yu Moer yang bekerja di toko buku dapat mencarikan pekerjaan terjemahan dari bahasa Belanda atau Inggeris ke dalam bahasa Indonesia. Kecuali itu sejak duduk di tingkat 2 saya dapat beasiswa sebesar Rp.175,- /bln. Saya memberi pelajaran rata-rata 24 – 28 jam/minggu. Berarti itu saya harus mengajar dari jam 16.00 sampai jam 20.00 atau kadang –kadang jam 21.00 tiap hari, enam hari seminggu. Uang honor mengajar , menterjemah dan jual diktat yang saya terima setiap bulannya sampai Rp.500,- - Rp.600,-. Lumayan , karena uang pondokan hanya Rp.125,- per bulan. Jadi saya termasuk mahasiswa “kaya” waktu saya kuliah. Maka kalau beli baju milih yang merk ARROW, kalau saputangan ya Pyramid.

Di tahun studi yang ke-3 dan ke-4 dikurikulum jurusan Kehutanan ada m.k. Praktek Lapangan ; untuk m.k. Perencanaan Hutan 4 bulan, dan untuk m.k. Pengelolaan Hutan 2 bulan. Tempat prakteknya di Salatiga dan Madiun. Jadi ada kesempatan untuk “ appel “ yang lebih sering ke Jogja. Tahun 1954 Oemi dan saya bertunangan atas persetujuan para orang tua.Bersamaan dengan Murni dan Regawa.

No comments: